OPININYA FIDA:
TERGANTUNG PERSPEKTIF
Gajah itu lebar, ketika ada seseorang mengamati seekor gajah dari
sisi samping. Gajah itu bulat, kecil dan panjang. Itu adalah penjelasan
seseorang ketika kita meminta menggambarkan tentang gajah berdasarkan apa yang
ia amati.
Sebuah analogi sederhana, bahwa segalanya itu tergantung pada sudut
pandang atau perspektif yang kita gunakan dalam memandang sesuatu hal. Jika
kita mengetahui gajah itu adalah seekor hewan yang besar dan memiliki belalai
yang bulat dan panjang itu karena kita telah mengamati gajah dari semua sudut,
bahkan kita sudah melihat seekor gajah secara utuh. Sehingga kita bisa
menggambarkan tentang gajah secara gamblang. Namun apa yang diungkapkan orang bahwa
gajah itu lebar tidaklah salah. Karena ia hanya mengamati gajah dari sisi
samping, hanya dari satu sisi.
Sama halnya, kita hidup di zaman dimana orang dapat melihat segala
yang kita lakukan melalui update an media sosial kita. Kita berhak
membagikan apa yang kita lakukan saat ini, kita berhak mengungkapkan perasaan
yang sedang kita rasakan, kita juga
bahkan berhak merekam segala peristiwa yang sedang terjadi dan membagikanya
kepada orang lain. Tapi yang harus kita ingat adalah bahwa orang lain yang
melihat, membaca ataupun menikmati unggahan kita tersebut juga memiliki hak
untuk berasumsi sesuai cara berfikir mereka dan dari sisi mana mereka
melihatnya. Semua tergantung perspektif masing-masing individu dalam menilai.
Manusia boleh menilai begini dan begitu.
Jika kita sering mendengar permasalahan kids jaman now yang
kerap kali terjadi adalah mereka menjustifikasi seseorang hanya dari tampilan
foto atau video yang diunggah di media sosial. Tanpa mengetahui latar belakang,
tanpa mengenal secara lebih dekat serta tanpa menerima perbedaan cara pandang. Apa
yang mereka lihat dan itu berbeda dengan kebenaran yang mereka yakini, dengan
seenaknya mereka saja menyalahkan orang lain, padahal kenal juga tidak. Sebegitu
mirisnya perkembangan sosial media saat ini.
Disini saya cuma ingin beropini saja, bahwa benar dan salah itu
sudah diatur dalam agama kita masing-masing, negara kita juga merupakan negara
hukum yang didalamnya bahkan mengatur berbagai hal tentang kehidupan
masyarakatnya. Seperti halnya ditulisan-tulisan saya sebelumnya yang selalu
menekankan nilai toleransi dan menghargai kepada sesama. Ditulisan ini saya
juga ingin menyampaikan bahwa ketika kita melihat suatu fenomena, jangan hanya
melihatnya dari satu sisi, namun telisiklah lebih dalam. Agar ketika kita
menyampaikan pendapat itu memiliki dasar yang benar. Tidak semata-mata
menyalahkan atau membernarkan orang lain begitu saja.
Jika kita berkenan untuk sedikit open
mind dan meluangkan waktu, melihat
dari sisi lain segala sesuatu yang kita yakini, mau mendengar atau membaca sumber
dari sudut lain yang menurut kita benar, niscaya kita bisa memahami apa yang
orang lain yakini juga sebagai sebuah kebenaran. Karena memahami bukan berarti
secara otomatis menjadi bagian dari mereka. tidak perlu takut memahami dan
menerima kebenaran versi lain. Latar belakamg, tingkat pendidikan, dan
lingkungan sosial, amat sangat mempengaruhi cara berpikir seseorang yang
selanjutnya akan berpengaruh besar pada bagaimana ia memandang suatu fenomena. Sesungguhnya
kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk memilki sudut pandang yang sama
seperti kita. Karena mereka tidak berada pada posisi kita melihat permasalahan,
begitu pula sebaliknya kita juga tidak berdiri ditempat mereka menelisik suatu
fenomena. Banyak hal yang harus kita lihat
secara menyeluruh agar kita tidak salah mengartikan segala hal yang terjadi.
Cukup memberi ruang pada pikiran kita
bahwa selain kebenaran yang saat ini kita yakini, ada kebenaran yang lain pula.
Dengan begitu, kita tidak akan mudah dibenturkan satu sama lain oleh ‘invisible
hand’ yang kita tak tahu apa kepentingannya. Kita tak akan lagi gampang
saling membenci dan saling menyerang teman sendiri. Jangan mudah menyalahkan
orang lain, saling menghargai.
Semuanya tergantung pada sudut
pandang.