Opininya Fida:
PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI BANTUAN LANGSUNG PEMBERDAYAAN SOSIAL (BLPS) DENGAN PENDEKATAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)
PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI BANTUAN LANGSUNG PEMBERDAYAAN SOSIAL (BLPS) DENGAN PENDEKATAN KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)
DI KABUPATEN BLITAR
1.
DESKRIPSI PROGAM
A. Bentuk Progam:
Pelaksanaan
Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial
(BLPS). Salah satu program yang dilaksanakan adalah menyelenggarakan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS)
dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan pemberian modal usaha
yang disalurkan melalui perbankan. Adapun bentuk program yang dilaksanakan
adalah Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan penguatan modal usaha
untuk memfasilitasi kelompok fakir miskin yang telah diwadahi dalam KUBE untuk
mengelola Usaha Ekonomi Produktif (UEP).
B. Struktur Program:
a. Kementerian Sosial RI,
b. Dinas/Instansi Sosial Provinsi,
c. Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota penerima program,
d. Para Pendamping,
e. Pihak yang terkait lainnya.
C. Persyaratan Program
1.
Kabupaten/Kota:
a.
Memiliki unit satuan
kerja Dinas/Instansi Sosial,
b.
Memiliki tenaga
pendamping kecamatan berasal dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),
dapat berasal dari unsure Karang d. Taruna, PSM atau Orsos,
c.
Memiliki tenaga
pendamping desa/kelurahan berasal dari unsure Karang Taruna, PSM atau Orsos,
d.
Memiliki KUBE
produktif/berkembang yang pernah diberdayakan melalui dana dekonsentrasi/APBD
Sosial /Masyarakat,
e.
Diprioritaskan bagi
Kabupaten/Kota yang bersedia menyiapkan dana APBD sebagai dana penyertaan,
khususnya penyediaan dana pendampingan bagi pendamping social di desa/kelurahan
dalam rangka keberlanjutan program.
2.
Kelompok Usaha Bersama (KUBE):
a.
Prioritas utama KUBE
produktif/berkembang yang pernah dibantu dana dekonsentrasi/APBD/Masyarakat/Dunia
Usaha,
b.
Setiap KUBE
beranggotakan berjumlah 10 KK,
c.
Anggota berusia
antara 15-55 tahun dan sudah berkeluarga,
d.
Memiliki kegiatan
social dan UEP,
e.
KUBE yang sudah
memiliki pembukuan atau catatan keuangan;
f.
Diusulkan Pemerintah
Kabupaten/Kota melalui Dinas Sosial Kabupaten/Kota dan direkomendasikan oleh
Dinas/Instansi Sosial Provinsi.
D. Sasaran Program:
1.
Ditujukan pada upaya
pemberdayaan fakir miskin yang membutuhkan penanganan secara cepat dan spesifik
atau pertimbangan khusus yang menjadi prioritas,
2.
Model sinergitas P2FM-BLPS
dengan program lain dalam upaya peningkatan kualitas hasil hidup,
3.
Stimulan UEP
Pengembangan Program Lanjutan (Pola terpadu KUBE-LKM).
E. Target Group:
Penerima bantuan penguatan
program pemberdayaan adalah para Keluarga Binaan Sosial (KBS) yang tergabung
dalam KUBE, namun kondisi usaha ekonomi produktifnya mengalami hambatan atau
kegagalan dan memerlukan bantuan tambahan modal usaha. Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh
warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan
PROKESOS untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi
dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan sosialnya. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan
kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan ketrampilan berusaha,
bantuan stimulans dan pendampingan.
ANALISIS PROGRAM
2.
Penguatan Program Dalam Konteks Pembangunan Lembaga
Dinas sosial merupakan dinas yang sejak dahulu terfokus pada
penanganan masalah-masalah sosial yang ada di Indonesia. Salah satu
permasalahan yang terus dilakukan upaya penangananya adalah pemberantasan
kemiskinan di berbagai daerah. Telah banyak program dari pemerintah daerah
maupun pusat yang dilaksanakan untuk tujuan tersebut. Namun hingga saat ini,
kemiskinan merupakan kendala utama dalam peningkatan kesejahteraan bangsa
Indonesia.
Masalah kemiskinan bersifat kompleks, menyangkut banyak dimensi (multi
dimensional) kehidupan, mulai dari dimensi sosial, kemanusiaan, hak,
keadilan, ekonomi, hingga dimensi hukum, keamanan dan politik. Di Indonesia
naik dan turunnya jumlah penduduk miskin juga dijadikan sebagai salah satu
indikator keberhasilan suatu pemerintahan. Hal ini kiranya merupakan sesuatu
yang wajar karena terkait langsung dengan tujuan hidup bernegara, yaitu
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”.
Dalam hal ini Kementrian Sosial yang kemudian diturunkan kepada
instansi yang berada di bawahnya secara hierarki memberikan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS)
dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Ini merupakan salah satu
tujuan substantive dari sebuah organisasi yang diberikan keapda masyarakat. Meski
tujuan yang tampak hanya mendorong Kelompok-kelompok usaha di daerah untuk
lebih produktif dengan memberikan bantuan modal langsung tunai melalui
perbankan. Namun, dibalik tujuan yang tampak masih ada banyak tujuan yang
tersembunyi, seperti meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan
program pemerintah, mendorong kemandirian masyarakat yang dimulai dari daerah
masing-masing dan sebagainya.
Selain itu, dalam suatu organisasi, termasuk di dalamnya organisasi
birokrasi pada dasarnya memilki tujuan instrumental yang biasanya berkaitan
dengan kelangsungan, pertumbuhan dan perubahan organisasi tersebut. Tujuan
instrumental yang dapat dikenali dari proses pembangunan lemabaga adalah
kelembagaan. Kelembagaan adalah suatu konsep penilaian utama dalam model pembangunan
lembaga, dan ada tiga indicator untuk mempertahankan eksistensi organisasi
tersebut. Yang pertama adalah kemampuan organisasi untuk mempertahankan
hidupnya. Yang kedua adalah, sampai sejauh mana organisasi itu oleh
lingkungannya dianggap memiliki nilai intrinsic, hal ini bisa ditunjukkan
dengan tingkat otonomi dan tingkat pengaruhnya. Dan indicator yang terakhir
adalah luas pengaruh organisasi tersebut, artinya sejauh mana hubungan-hubungan
dan pkonsep-konsep program yang ada dalam organisasi menjadi suatu hal yang
dapat mengikat bagi masyarakat atau suatu kelompok masyarakat.
Dalam mengatasi suatu permasalahan yang begitu rumit, seperti
halnya masalah kemiskinan yang begitu kompleks, perlu memperhatikan beberapa
hal yang perlu dilakukan:
a.
Pembangunan pada
umunya didorong oleh diperkenalkanya secara sengaja pembaharuan-pembaharuan
fisik dan sosial. Dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Blitar melanjutkan dan
mengimplementasikan program dari pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial
yaitu Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan
Sosial (BLPS) dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dengan
dilaksankanya program tersebut diharapakan akan memunculkan dampak sosial di
masyarakat berupa berkurangnya angka kemiskinan, sehingga dengan tujuan jangka
panjang dicapainya kesejahteraan masyarakat.
b.
Pelaksanaan
pembangunan tersebut tidak terlepas dari jangkauan norma dan peraturan,
pembaharuan yang dilakukan bukan yang terjadi secara spontan, namun sudah
terencana terlebih dahulu. Dalam perjalananya pemberdayaan keluarga fakir
miskin melalui KUBE dan pendampingan tidak terlepas dari beberapa landasan
peraturan dan Landasan hukum yang terkait, antara lain:
1.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial;
2.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Penanganan Fakir Miskin;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013
tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah;
5.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
6.
Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial;
7.
Peraturan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial
dan Penanggulangan Kemiskinan tentang Pedoman Tipologi Kelompok Usaha Bersama.
8.
Dan beberapa produk hukum yang dikeluarkan oleh
Bupari, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait.
c.
Kegiatan pembaharuan dilakukan melalui lembaga
formal dengan menerapkan fungsi organisasi, spesialisasi kerja dan hierarki
organisasi. Dalam hal ini berkaitan dengan struktur program yang semuanya
dijalankan langsung oleh lembaga formal hingga sampai kepada penerima KUBE
tersebut. Lembaga formal berarti organisasi pemerintah yang resmi, memiliki
dasar hukum yang jelas terkait tugas, pokok dan fungsinya. Yaitu Kementerian Sosial RI, Dinas/Instansi Sosial Provinsi,
Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota penerima program, Para Pendamping, Pihak
yang terkait lainnya.
d.
Yang terakhir yang
diperlu diperhatikan dalam mengadapi permaalahan yang begitu rumit layaknya
kemiskinan adalah program yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut dilakukan
dalam suatu system yang salin terkait antara satu dengan yang lainya. Seperti
halnya dalam pelaksanaan progam KUBE ini, ada keterkaitan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah yang ada di daerah yang selanjutnya berhubungan
langsung dengan masyarakat yang disana juga ada sosok pendamping yang juga
berada dalam system.
3. Peran Pemerintah Secara Kelembagaan Yang
Sejalan Dengan Reformasi Birokrasi
Reformasi merupakan
awal bagi pelaksanaan pembangunan yang lebih demokratis. Pembangunan sendiri
harus ditujukan pada peningkatan kesejahteraan dan pendewasan masyarakat. Oleh
Karena itu pembangunan harus menyentuh hingga lapisan masyarakat bawah yang ada
di pedesaan. Kondisi ini hanya dapat diwujudkan jika pembangunan tersebut
melibatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek. Pengertian
karakteristik dari pengembangan kapasitas menurut Milen, 2004:16 bahwa
pengembangan kapasitas tentunya merupakan proses peningkatan terus menerus
(berkelanjutan) dari individu, organisasi atau institusi, tidak hanya terjadi
satu kali saja.
Dalam upaya pengembangan kapasitas
dibutuhkan sinergitas antara pelaksanaan dengan ketentuan yang sudah
ditetapkan. Tidak hanya sumber daya manusia saja (individu masyarakat dan
pemerintah yang ada dalam birokrasi) yang perlu dikembangkan kapasitasnya,
namun juga dari segi kelembagaan. Hal ini sejalan dengan Grand Design
reformasi birokrasi yang pada dasarnya mencakup tiga hal yaitu:
1.
Sumber daya aparatur
2.
Kelembagaan
3.
Tata kelola
pemerintahan
Dengan mereformasi tiga hal yang mendasar tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan public yang selama ini telah banyak menerima
tuntutan dari masyarakat.
Orientasi dari adanya pengembangan kapasitas adalah untuk
mewujudkan kemandirian masyarakat. Dengan adanya Program Pemberdayaan Fakir
Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan pendekatan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan
tersebut. Dengan modal tambahan yang diberikan diharapkan kelompok usaha
bersama tersebut dapat meningkatkan produktivitasnya dengan hasil akhir adalah
meningkatkan pendapatan dan dapat mengembangkan usahanya secara berkelanjutan.
Namun sisi lain juga adanya tuntutan bagi pemerintah pusat maupun daerah untu
senantiasa meningkatkan kemampuanya (kompetensi) sesuai dengan jabatanya. Kedua
hal tersebut harus disertai struktur birokrasi yang ideal artinya ada kesinergisan
antara beban kerja dengan apartur yang menangani tugas tersebut, dan juga
tatanan administrative yang efektif dan efisien, perlu adanya tata kelola yang
sejalan dengan road map reformasi birokrasi, sehingga tujuan pembangunan dapat
dicapai secara optimal.
Dalam berjalanya program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan
Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama
(KUBE) pemerintah, terutama pemerintah daerah melalui instansi terkait tentunya
memiliki peran dalam program tersebut. Peran yang paling utama dari pemerintah
daerah (Kabupaten) adalah untuk menyusun peraturan terkait dengan pelaksanaan
program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial
(BLPS) dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Termasuk menunjuk
pendamping di setiap kelompok agar dapat menjadi penyambung lidah antara
masyarakat dengan pemerintah, sehingga jika masyarakat mengalami kesulitan
dalam pelaksanaanya langsung bisa mendapatkan bimbingan dari pendamping.
Peran penting pemerintah lainya adalah pada tahap kontrol program Pemberdayaan
Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan
pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Agar dalam pelaksanaanya tidak
menyimpang dari tujuan awal yang sudah ditetapkan. Dengan adanya pemerintah
menjalankan fungsi penendalian sehingga masyarakat penerima bantuan program
KUBE dapat secara bersungguh-sungguh dalam melaksanakan program tersebut.
Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada bagian
struktural dan kultural. Maksudnya adalah adanya budaya kerja yang mendukung
pengembangan kapasitas. Kedua aspek ini harus dikelola sedemikian rupa dan
menjadi aspek penting dan kondusif dalam menopang program pengembangan
kapasitas.
Korten
(1993), menyatakan bahwa pembangunan adalah proses di mana anggota-anggota
suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusi mereka untuk
menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas
hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri. Dalam konteks penguatan
kelembagaan, diperlukan perubahan structural terhadap kelembagaan local menuju peningkatan
taraf hidup, produktifitas, kreatifitas, pengetahuan dan keterampilan maupun
kapasitas kelembagaan agar senantiasa survival dan mampu beradaptasi
dengan perubahan sosial yang melingkiupinya. Transformasi yang demikian,
sedapat mungkin dilakukan secara mandiri dan atas kebutuhan masyarakat sendiri.
Kalaupun ada intervensi dari pihak lain hanya bersifat memfasilitasi.
Menurut
Korten unsur utama dari proses belajar sosial adalah individu dan lingkungan
sosial yang membentuk kepribadianya. Individu tersebut belajar dengan berbagai
informasi yang yang diperoleh melalui komunikasi dan partisipasinya dalam sistem
sosial. Munculnya social learning adalah sebagai jawaban atas berbagai
permasalahan keterbatasan kapasitas masyarakat ketika akan melibatkan mereka
dalam proses perencanaan pembangunan.
Dalam
pelaksanaan program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung
Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE),
terdapat salah satu tujuan instrumental yaitu untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses pelaksanaan program, terutama dalam proses perencanaan.
Untuk mendapatkan bantuan dana program KUBE masyarakat harus mengirimkan
proposal tentang usaha mereka sehingga ini merupakan bentuk peningkatan partisipasi
masyarakat terhadap implementasi program pemerintah.
KUBE merupakan salah-satu program
unggulan Kementerian Sosial dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Skema yang
diluncurkan menekankan pada peningkatan dan pengelolaan pendapatan melalui
Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Indikator capaian keberhasilan program KUBE
adalah terwujudnya kemandirian keluarga fakir miskin penerima bantuan UEP. KUBE
sebagai upaya penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dengan strategi penguatan
kelompok, pemberian bantuan stimulan usaha dan pendampingan yang menggunakan
pendekatan pekerjaan sosial. KUBE dilaksanakan oleh Direktorat Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan dan Direktorat Penanggulangan Perdesaan, serta
diperuntukkan bagi pengentasan kemiskinan peserta PKH yang masih dalam masa
transisi (status KSM-Keluarga Sangat Miskin). KUBE sebagai skema penanggulangan
kemiskinan yang strategis mendorong perlunya telaahan yang berfokus pada
indikator keberhasilan KUBE terhadap kemandirian keluarga fakir miskin penerima
UEP, Aspek yang menjadi ukuran keberhasilan KUBE dan bagaimana performa
kerja pendamping.
Dengan
mengikutkan masyarakat terlibat dalam proses perencanaan tersebut dapat
memberikan pembelajaran yang positif, yang dapat meningkatkan kapasitas
individu. Setelah mereka berpartisipasi dalam proses perencanaan untuk tahap
selanjutnya mereka juga akan berperan aktif di dalam program tersebut. Tujuan
dari adanya Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung
Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
adalah mewujudkan kemandirian masyarakat dan meningkatkan produktivitasnya.
Namun hal tersebut tidak dapat serta merta tercapai begitu saja. Terdapat
proses yang sangat panjang, yang perlu dilakukan step by step untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Mengadakan
sosialisasi secara menyeluruh kepada masayrakat yang dilakukan oleh pemerintah
daerah lewat instansi terkait. Kemudian membentuk kelompok usaha bersama, yang
tentunya ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perlu adanya pemahaman dan
penyatuan frame akan tujuan pemerintah dengan harapan masyarakat tersebut.
Dalam proses ini akan terjadi komunikasi antara kedua belah pihak yang dapat
dijadikan sebagai jalan pembelajaran bagi masyarakat. Adanya program pelatihan
dan pemberdayaan mengenai usaha yang sedang dikerjakan, sehingga
kelompok-kelompok usaha tersebut memiliki dasar pengetahuan untuk menjalankan
usahanya. Peran pendamping sangat sentral dalam hal ini.
Proses
belum berhenti sampai disitu masih ada tahap pengelolaan dana yang diberikan
oleh pemerintah melalui perbankan untuk mengembangkan usaha kelompok-kelompok
tersebut. Karena tujuan utama dari program KUBE adalah untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat dan mengembangkan usahanya melalui upaya peningkatan
produktifitas.
Setelah berbagai proses tersebut
dilalui perlu adanya keberlanjutan dari program tersebut. Karena pada dasarnya pengembangan
kapasitas tentunya merupakan proses peningkatan yang terus menerus
(berkelanjutan) dari individu, organisasi atau institusi, tidak hanya terjadi
satu kali saja.
Secara umum jika dikaitkan dengan
kondisi masyarakat di Indonesia maka ketika pemerintah sedang
melakukan upaya pembangunan sosial, maka peran-peran dari sektor masyarakat
juga terus ditumbuhkan. Sehingga, tidak terjadi dominasi pemerintah dalam
penanganan pembangunan sosial. Masing-masing pihak terus menunjukkan kiprahnya.
Bahkan, bisa melakukan sinergi untuk memepercepat proses pembangunan sosial.